Minggu, 06 Maret 2011
Rahmatan Lil 'Alamin
Ada Sebagian besar dari kita sudah mengetahui bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah, Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah, seperti berloyal kepada orang kafir, dan lain sebagainya.
Maka dari itu pada tulisan kali ini Insya Allah akan kami sampaikan pemahaman yang sebenarnya dari kalimat rahmatan lil ‘alamin, sekaligus bantahan dari para pendukung kesesatan dan pluralisme agama yang berdalil dengan istilah tersebut.
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala:
artinya “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Dalam lisanul arob dijelaskan bahwa Secara bahasa, rahmat artinya ar-rifqu wath-tha’athuf; yang artinya adalah kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Adapun makna secara istilah, maka berikut ini akan kami sampaikan Penafsiran dari Para Ahli Tafsir, diantaranya Muhammad bin Jarir Ath Thabari menyebutkan bahwa: …Sebagian ahli tafsir berpendapat, rahmat yang dimaksud adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka mendasarinya dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini: ”Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu, seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa gelombang besar”.
Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini: “Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat rahmah, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya”.
Selain itu, Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir menjelaskan bahwa “Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’. Sebagaimana dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan oleh Alla)” (HR. Al Bukhari)
Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya adzab bagi mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air”
Inilah pemahaman yang benar tentang kalimat Rahmatan lil ‘alamin, dan ini sangat bersebrangan dengan Pemahaman yang disalah artikan oleh sebagian orang-orang liberalis, dimana mereka mengatakan bahwa Rahmatan lil ‘alamin adalah Berkasih sayang dengan orang kafir.
Padahal ayat yang menyebutkan rahmatan lil ‘alamin ini sama sekali tidak anjuran untuk perintah berkasih sayang kepada orang kafir. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat Allah bagi orang kafir dalam ayat ini adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu.
Selain itu, konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, serta membenci orang-orang yang melakukannya. Hal ini Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
yang artinya adalah: “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
Namun perlu dicatat, harus membenci mereka bukan berarti harus membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui, dimana dalam hal ini terdapat penjelasan yang sangat rinci, yaitu bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh dilukai.
Kemudian, ada juga di antara kaum muslimin yang mengatakan bahwa rahmatan lil ‘alamin adalah Berkasih sayang dalam kemungkaran dan penyimpangan agama
Sebagian kaum muslimin membiarkan berbagai maksiat dan penyimpangan agama serta enggan menasehati dan mendakwahi mereka karena khawatir para pelakunya tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian ia berkata : “Islam kan rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Dan sungguh ini adalah perkataan yang sangat aneh,
Padahal sebagaimana yang telah kami sampaikan tadi, bahwasanya Islam sebagai rahmat Allah bukanlah maknanya berkasih sayang kepada pelaku kemungkaran serta membiarkan mereka terus melakukannya. Melainkan Sebagaimana dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya tadi bahwa: “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.
Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan. dan inilah bentuk rahmatan lil ‘alamin yang sebenarnya.
Selain itu Dalam surat Al Ashr juga dijelaskan bahwa sesame muslim harus saling menasihati, sebagaimana Allah subhanahu Wata'ala berfirman yang artinya: “ … dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran …
Nabi Muhammad SAW diturunkan ke dunia sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta alam. Maka kita, sebagai umatnya, pun memiliki adab-adab terhadap alam.
Terlahirnya seorang nabi bernama Muhammad, Shallallahu Alaihi wa Sallam, merupakan karunia terbesar yang telah Allah berikan kepada umat manusia, bahkan bagi seluruh alam ini. Beliaulah makhluk termulia dari seluruh ciptaan-Nya. Dan beliau adalah nabi pembawa rahmat dari sisi Tuhannya, Allah Azza wa Jalla.
Para ulama ahli sejarah telah menulis dan mengumpulkan kesempurnaan akhlaq beliau dari segala sisinya. Namun amat disayangkan, hanya sedikit dari umat beliau sendiri yang mau membaca sejarah hidup beliau. Padahal, tidaklah kebenaran akan didapat kecuali melalui pintunya.
Allahu berfirman:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab: 21).
Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku adalah rahmat yang membawa petunjuk." Ibnu Dahyah RA mengatakan, "Maknanya bahwa Allah SWT mengutusku sebagai rahmat bagi hamba-hamba Allah. Beliau tidak menghendaki imbalan atas itu, karena pemberi hadiah yang didasari dengan kasih sayang tidak menghendaki imbalan atas hadiahnya."
Siapa yang Makan Bawang Putih
Allah berfirman:
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam," (QS Al-Anbiya: 107). Rahmat yang dibawa Rasulullah SAW mencakup segala sesuatu di alam ini: manusia, jin, malaikat, hewan, tumbuhan, bahkan benda mati. Ini bukan hal yang aneh, karena Allah SWT kuasa memberikan rahmat-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya dan Dialah Pemilik karunia yang agung.
Di antara seluruh alam yang tercakup dalam rahmat Allah melalui Rasulullah SAW adalah malaikat yang mulia. Allah SWT berfirman,
"Mahasuci Allah, Yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hamba-Nya (Muhammad) agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (QS Al-Furqan: 1).
Diutusnya beliau SAW kepada para malaikat tidak lain adalah sebagai pengutusan pemuliaan, bukan pembebanan, karena mereka tidak termasuk dalam kalangan yang dibebani (mukallaf) kewajiban syariat, seperti halnya jin dan manusia.
Allah SWT merahmati para malaikat dan memuliakan mereka melalui nabi-Nya SAW dengan berbagai macam wujud rahmat dan pemuliaan. Di antaranya, dengan adanya hukum-hukum syariat yang ditetapkan oleh Allah, yang di dalamnya terkandung keimanan kepada para malaikat, adab terhadap mereka, penghormatan terkait kedudukan mereka, pengetahuan mengenai tugas-tugas mereka, dan lain-lain.
Rasulullah SAW mengajari kita tentang penghormatan kepada para malaikat, adab terhadap mereka, dan hendaknya kita menjauhi hal-hal yang mengganggu mereka. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang makan sayuran berupa bawang putih ini (pada saat yang lain beliau bersabda, "Siapa yang makan bawang merah, bawang putih, dan bawang bakung), janganlah sekali-kali mendekati masjid kami. Sesungguhnya para malaikat terganggu sebagaimana keturunan Adam (manusia) merasa terganggu (oleh bau makanan itu)."
Dalam riwayat lain, "Siapa yang makan bawang putih atau bawang merah, hendaknya menghindari kami." Atau, "Hendaknya dia menghindari masjid kami, dan hendaknya dia duduk di rumahnya."
Pada suatu saat, disodorkan kepada beliau SAW sepriuk sayuran dengan berbagai macam rempah-rempah. Namun beliau mendapati bau padanya, maka beliau menanyakannya.
Setelah diberi tahu tentang rempah-rempah yang terdapat di dalamnya, beliau menyuruh agar priuk itu didekatkan kepada seorang sahabat beliau yang saat itu bersama beliau.
Begitu melihatnya, sahabat itu enggan memakannya.
Beliau pun bersabda, "Makanlah, sesungguhnya aku berbicara dengan yang tidak berbicara kepadamu."
Rasulullah SAW menganjurkan sahabat-sahabat beliau SAW agar malu kepada malaikat. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Tsauban, maula (budak yang dimerdekakan) Rasulullah SAW, bahwa dia mengatakan, Rasulullah SAW melihat sejumlah orang berkendaraan dalam rangka mengiring jenazah. Lalu beliau bersabda, "Tidakkah kamu malu bahwa malaikat-malaikat Allah berjalan kaki sementara kamu naik kendaraan?!"
Rasulullah SAW pun mengajari sahabat-sahabat beliau agar membuat barisan dalam shalat seperti barisan yang dibuat oleh para malaikat di sisi Tuhan.
Dalam sebuah hadits dikatakan, "Mengapa kamu tidak membuat barisan sebagaimana para malaikat membuat barisan di sisi Tuhan mereka?
Kami berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana para malaikat membuat barisan di sisi Tuhan mereka?
Beliau bersabda, Memenuhi barisan pertama dan mereka saling merapatkan diri dalam barisan.
Jika pemuliaan malaikat kepada orang-orang yang beriman di akhirat dengan perintah Allah SWT tak terhingga dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, bagaimana dengan pemuliaan para malaikat kepada Rasulullah SAW, sementara beliau adalah sosok yang menjadi perantara mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan kecintaan dan pembelaan terhadap beliau, serta dengan bershalawat dan penghormatan kepada beliau!
Wujudkan zihad rahmatan lil’alamin [More...] Bangsa Indonesia adalah bangsa yang penduduknya mayoritas muslim. Lebih dari itu, jumlah muslim terbesar di dunia ada di Indonesia. Artinya, citra Islam dan muslim di negeri ini dipertaruhkan. Jika prestasi yang dibuktikannya, wujud perdamaian, kemajuan, dan peradaban bagi bangsa ini, maka umat muslim negeri ini dan juga muslim dunia pun akan bangga dengannya. Sebaliknya, jika muslim di Indonesia mengalami krisis, keruntuhan, ketidak-berdayaan, diadu-domba, dan dipermainkan, maka sedikit-banyak akan juga berpengaruh terhadap pencitraan Islam.
Sehingga, umat Islam terus berupaya, bekerja keras untuk membuktikan dirinya sebagai pembawa misi Islam rahmatan lil’alamin. Sekaligus juga harus memiliki benteng yang berlapis dari berbagai macam tipu-daya, adu-domba dan konspirasi yang menyudutkan dan menghancurkan Islam dan umatnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar